Begitu kira-kira kalimat yang dilontarkan oleh program pemerintah Jepang yang baru. Kalau mau dapet ¥450.000 per tahun, para istri Jepang harus hamil anak kedua! Sebegitu mendesaknya generasi masa depan Jepang harus diselamatkan sampai-sampai pemerintah Jepang terus mensosialisasikan program pembiayaan anak kedua dan ketiga dalam satu keluarga.
Yoshiko Sato, seorang ibu muda yang baru mempunyai satu anak mengatakan bahwa program pembiayaan ini akan sangat membantu dia dan suaminya untuk mendapatkan anak kedua. Yoshiko dan para orang tua lainnya beralasan bahwa biaya untuk menghidupi seorang anak sangatlah mahal di Jepang, mulai dari biaya persalinan di rumah sakit sampe dengan biaya pendidikan tinggi. Selain itu, mental "gila kerja" atau "workaholic" para wanita Jepang juga tidak mudah untuk diubah dengan kegiatan mengganti popok di rumah.
Program Pemrintah diatas Tidak lepas dari permasalahan besar yang sedang melanda jepang saat ini. Jepang merupakan salah satu yang terendah tingkat kelahirannya di dunia walaupun tingkat kelahiran telah menagalami kenaikan sedikit dalam beberapa tahun terakhir. Rata-rata jumlah anak per perempuan (tingkat kesuburan) adalah 1,34 pada tahun 2007, dibandingkan pada tahun 2006 yang mencapai 1,29 dan 1,26 pada tahun 2005, Arti dari angka itu adalah dalam usia perkwainan wanita jepang hanya memiliki anak kurang dari 2 sepanjang hidupnya.
Laju pertumbuhan penduduk menyusut lebih cepat dari negara lain di dunia dan jatuh lebih cepat daripada yang diperkirakan. Pada awalnya diprediksi bahwa penduduk Jepang akan mencapai puncak kepadatan penduduk sebesar 130 juta pada 2011 dan kemudian menurun menjadi 105 juta pada tahun 2050 dan turun menjadi 67 juta pada tahun 2100. Sekarang tampak seolah-olah tanda 130 juta tidak akan pernah tercapai dan penduduk akan jatuh antara 82.000.000 dan 99 juta 2055.
Alasan utama penurunan populasi adalah pesimisme tentang masa depan, kekhawatiran tentang anak-anak sebagai benih yang buruk, dan keprihatinan tentang biaya tinggi dalam membesarkan anak. Sebuah jajak pendapat yang dilakukan pemerintah menemukan bahwa 90 persen orang muda ingin memiliki dua atau lebih anak-anak. Tapi banyak orang di usia 20-an tidak mau menikah dan memiliki anak karena kesulitan mendapatkan pekerjaan rutin. Orang-orang yang bekerja paruh waktu merasa penghasilan mereka terlalu rendah dan tidak bisa diandalkan untuk berkeluarga. Pasangan yang menikah muda tidak berencana memiliki anak karena beban biaya pendidikan dan "cost rising children" yang besar. Sebuah survei pada tahun 2009 oleh Kantor Kabinet pemerintah Jepang menemukan 40 persen orang tidak merasa perlu memiliki anak-anak bahkan setelah mereka menikah. "kodomo wa mendokusee na" (anak anak itu merepotkan) begitulah jawaban mereka.
Dilain pihak jepang merupakan salah satu negara tertinggi jumlah lansianya. Artinya hal ini akan menjadi beban besar pada pelayanan sosial. Kesehatan, kesejahteraan dan biaya jaminan sosial meningkat 45 persen antara 1991 dan 2000 dan diperkirakan melonjak 100 persen pada tahun 2025. Rumah sakit dan panti jompo terbebani dengan lansia yang tinggal selama berbulan-bulan. Pada tahun 2000, 1.2 juta terbaring di tempat tidur,selama tiga tahun atau lebih.
Berbagai macam planning kedepan dicanangkan pemerintah jepang untuk mengatasi permasalahn ini. Pada bulan November 2008, pemerintah pusat Jepang mengumumkan bahwa mereka akan menutup biaya melahirkan dengan pembayaran $ 3.500 atau 30,5 juta rupiah untuk membantu meningkatkan tingkat kelahiran di Jepang Sebagai bagian dari rencana pemerintah akan melakukan cek-up kehamilan gratis. Tidak ketinggalan bandai corps (perusahaan game raksasa) telah menawarkan setiap karyawan sekitar $ 10.000 atau 100 juta untuk setiap bayi mereka setelah anak pertama mereka.
Taihen desune...Saking workaholic sampai lupa kimpoi. Kebalikan dari Indonesia ya, kalau dinegara kita pemerintah kebingungan mengendalikan populasi sampai-sampai Ada KB segala. Kalau saja di Indonesa ada program bagi-bagi duit seperti ini dalam hitungan bulan pasti karam deh negara kita...wkwkwkwkwkwkwkwwkwkwk..ayo siapa mau ke jepang?
Sumber materi artikel : Buku bacaan populer, factsanddetails.com/japan, whatjapanthinks.com, japanesestudies.org.uk, kaskus.us
Yoshiko Sato, seorang ibu muda yang baru mempunyai satu anak mengatakan bahwa program pembiayaan ini akan sangat membantu dia dan suaminya untuk mendapatkan anak kedua. Yoshiko dan para orang tua lainnya beralasan bahwa biaya untuk menghidupi seorang anak sangatlah mahal di Jepang, mulai dari biaya persalinan di rumah sakit sampe dengan biaya pendidikan tinggi. Selain itu, mental "gila kerja" atau "workaholic" para wanita Jepang juga tidak mudah untuk diubah dengan kegiatan mengganti popok di rumah.
Program Pemrintah diatas Tidak lepas dari permasalahan besar yang sedang melanda jepang saat ini. Jepang merupakan salah satu yang terendah tingkat kelahirannya di dunia walaupun tingkat kelahiran telah menagalami kenaikan sedikit dalam beberapa tahun terakhir. Rata-rata jumlah anak per perempuan (tingkat kesuburan) adalah 1,34 pada tahun 2007, dibandingkan pada tahun 2006 yang mencapai 1,29 dan 1,26 pada tahun 2005, Arti dari angka itu adalah dalam usia perkwainan wanita jepang hanya memiliki anak kurang dari 2 sepanjang hidupnya.
Laju pertumbuhan penduduk menyusut lebih cepat dari negara lain di dunia dan jatuh lebih cepat daripada yang diperkirakan. Pada awalnya diprediksi bahwa penduduk Jepang akan mencapai puncak kepadatan penduduk sebesar 130 juta pada 2011 dan kemudian menurun menjadi 105 juta pada tahun 2050 dan turun menjadi 67 juta pada tahun 2100. Sekarang tampak seolah-olah tanda 130 juta tidak akan pernah tercapai dan penduduk akan jatuh antara 82.000.000 dan 99 juta 2055.
Alasan utama penurunan populasi adalah pesimisme tentang masa depan, kekhawatiran tentang anak-anak sebagai benih yang buruk, dan keprihatinan tentang biaya tinggi dalam membesarkan anak. Sebuah jajak pendapat yang dilakukan pemerintah menemukan bahwa 90 persen orang muda ingin memiliki dua atau lebih anak-anak. Tapi banyak orang di usia 20-an tidak mau menikah dan memiliki anak karena kesulitan mendapatkan pekerjaan rutin. Orang-orang yang bekerja paruh waktu merasa penghasilan mereka terlalu rendah dan tidak bisa diandalkan untuk berkeluarga. Pasangan yang menikah muda tidak berencana memiliki anak karena beban biaya pendidikan dan "cost rising children" yang besar. Sebuah survei pada tahun 2009 oleh Kantor Kabinet pemerintah Jepang menemukan 40 persen orang tidak merasa perlu memiliki anak-anak bahkan setelah mereka menikah. "kodomo wa mendokusee na" (anak anak itu merepotkan) begitulah jawaban mereka.
Dilain pihak jepang merupakan salah satu negara tertinggi jumlah lansianya. Artinya hal ini akan menjadi beban besar pada pelayanan sosial. Kesehatan, kesejahteraan dan biaya jaminan sosial meningkat 45 persen antara 1991 dan 2000 dan diperkirakan melonjak 100 persen pada tahun 2025. Rumah sakit dan panti jompo terbebani dengan lansia yang tinggal selama berbulan-bulan. Pada tahun 2000, 1.2 juta terbaring di tempat tidur,selama tiga tahun atau lebih.
Berbagai macam planning kedepan dicanangkan pemerintah jepang untuk mengatasi permasalahn ini. Pada bulan November 2008, pemerintah pusat Jepang mengumumkan bahwa mereka akan menutup biaya melahirkan dengan pembayaran $ 3.500 atau 30,5 juta rupiah untuk membantu meningkatkan tingkat kelahiran di Jepang Sebagai bagian dari rencana pemerintah akan melakukan cek-up kehamilan gratis. Tidak ketinggalan bandai corps (perusahaan game raksasa) telah menawarkan setiap karyawan sekitar $ 10.000 atau 100 juta untuk setiap bayi mereka setelah anak pertama mereka.
Taihen desune...Saking workaholic sampai lupa kimpoi. Kebalikan dari Indonesia ya, kalau dinegara kita pemerintah kebingungan mengendalikan populasi sampai-sampai Ada KB segala. Kalau saja di Indonesa ada program bagi-bagi duit seperti ini dalam hitungan bulan pasti karam deh negara kita...wkwkwkwkwkwkwkwwkwkwk..ayo siapa mau ke jepang?
Sumber materi artikel : Buku bacaan populer, factsanddetails.com/japan, whatjapanthinks.com, japanesestudies.org.uk, kaskus.us
Tidak ada komentar:
Posting Komentar